Oleh: Rien Sd
Puisinya semacam telepati,
menghubung dua gunung yang sepi,
kadangkala aku meninjau muara rangkapnya,
jernih dengan air pujangga,
tiada tangkai-tangkai falasi,
dan akar prejudis mengalir di dalamnya,
sungai-sungai gurindam,
yang menghempas batu perasaan,
deras memukul segala macam kemungkinan,
ketika menjadi laut,
kasar meragut gigi-gigi pemikiran,
mencorak pantai ketenangan,
walaupun sesekali berdentum bagai amuk sang guruh,
terdapat kasih di bawah lipatan pasir,
kerana itu; dia berpuisi bukan berbasah basi,
tapi mengimarah estetika,
Mirip sabda Ibn Abdillah;
“Gusti itu estetik dan hub-nya
hanya untuk puja-pujangga.
Puisi adalah surah-surah baharu
yang masih tersangkut di kepak Jibril,
sebelum mencari seorang nabi
yang meleteri mushafnya,
berbunyi syair dan rima serupa”.