Oleh: Rien Sd
Tiada lagi perahu perasaan,
yang berdayung di atas tikar jiwa,
nakhoda berpergian memikul tetes,
nirmala yang tersiram ke tanah,
menjadi ideologi yang tak berbuah,
tak mahir lagi mengibar bendera pertempuran,
menjadi adiwira kudung yang menyapu,
ubun-ubun para murba,
semampu dan tidak ligat lagi berseteru,
dalam ribut rebut relevansi,
dia membaca hikayat seorang lelaki Parsi,
pengagum falsafah-falsafah abstrak,
yang dihindari para Jundi murba,
yang mengguncang pemilikan peribadi,
laki-laki biasa itu,
pembicara yang sarat kalam,
seorang yang diam tapi tak suram,
penekun yang berhati-hati,
dan literatur itu membawanya;
petualang sunyi tadi,
berlayar meninggalkan kota,
hiruk pikuk yang bersahut-sahutan,
lain zaman lain sifirnya,
dia berangkat menjadi nihil,
yang menganut ketiadaan absolut,
walaupun bukan itu resam alim,
yang amil.