Oleh : Yeyen Khoo

Sosok idealis Soe Hok Gie. Seorang aktivis mahasiswa Indonesia yang lahir di Jakarta pada 17 Disember 1942 dan meninggal pada 16 Disember 1969 pada usia beliau 27 tahun disebabkan terhidu gas beracun di Gunung Semeru. Gie merupakan mahasiswa Fakultas Sastera di Universitas Indonesia dalam jurusan sejarah dan hanya seorang mahasiswa yang biasa namun begitu aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan pergerakan mahasiswa diantaranya menjadi pendiri kepada Mapala UI. Gie dikenali sebagai penentang tegar kediktatoran zaman Presiden Soekarno dan Soeharto juga banyak meninggalkan tulisan serta catatan yang membekas dan menghidupkan jiwa-jiwa untuk konsistensi dalam perjuangan bangsa. Gie yang selalu dikenang sebagai aktivis mahasiswa radikal-beridealis dan aktivis pembela rakyat kecil.

Surat-Surat Buat MAHAsiswa I : Sosok Beridea dan Realis

Beridea dan realis sesuatu yang tidak boleh dipisahkan. Sebagaimana aksi dan dokumentasi. Penglibatan dalam setiap gerakan ataupun organisasi, mahasiswa harus berani menyuarakan dan mencetuskan idea. Dari mencetuskan sehingga menyelesaikan sesuatu sehingga ke akar umbi. Ketiadaan dan bekunya idea menjadikan gerakan lemah dan akhirnya terkubur. Selain berani membawa suatu pembaharuan yang relevan mengikut konteks zaman. Berada didalam takuk yang lama dan tidak berani menongkah arus adalah suatu keculasan yang tidak patut dibiasakan.

Sesudah beridea, maka seharusnya menjadi realis. Turun dan merasai realiti penindasan rakyat ketika saatnya kekuasaan sedang digerakkan dengan korupsi, oligarki, manipulasi, diktator. Berani membicarakan persoalan-persoalan realiti masyarakat dan tidak hanya terkurung dalam isu-isu dalam kain tetapi kepekaan yang besar pada kaum marginal yang terpinggir. Kaum miskin kota, kaum buruh, perempuan…

Teringat saya akan Gie. Beliau tidak percaya bahawa patriotis dapat ditanam hanya melalui slogan dari jendela-jendela kereta berarak. Tetapi mengenal dan merasa kehidupan rakyat. Malah, ketika beliau merasakan pemerintahan Soekarno sudah tidak layak dipertahankan, Gie menentang dengan berbagai jalur. Baik dengan cara yang diplomasi mahupun turun ke jalanan.

Surat-Surat Buat MAHAsiswa II : Sosok Intelektual

Asas kepada keintelektualan ialah pembacaan. Carilah seberapa banyak buku dan bacalah mengikut metod apa sekalipun. Membangunkan intelektual harus bermula dalam diri. Pergilah ke mana-mana dengan sebuah buku di dalam beg. Kalaupun tidak dibaca sekurang-kurangnya memikirkan tentang warna bukunya. Belek dan masukkan semula ke dalam beg. Seorang intelektual itu adalah seorang pemikir yang sentiasa berfikir dan mengembangkan, menyumbangkan ideanya untuk kesejahteraan masyarakat. Dia juga adalah seorang yang mempergunakan ilmu dan ketajaman fikirannya untuk mengkaji, menganalisis, merumuskan segala perkara dalam kehidupan manusia.

Kemudian mulailah menghidupkan budaya diskusi. Bersama kelompokan kecil mahupun besar. Diskusi yang menuntun pengamatan hasil pembacaan tentang kondisi sosial, politik dan juga ekonomi akan menghasilkan suatu cetusan pemikiran yang kritis dan kritikal.

Teringat lagi akan Gie, beliau seorang yang intelektualis yang memperdalam ilmu sastera dan kesedaran politik melalui pembacaan. Semenjak kecil Gie dan abangnya Djin kerap mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Dari Sekolah Dasar lagi Gie sudah mulai membaca karya-karya sastera yang berat seperti karya Pramoedya Ananta Teor. Sehinggalah ketika zaman Soeharto mahu digulingkan, Gie merasakan bahawasanya gerakan mahasiswa harus kembali ke kampus menjadi intelektual. 

Surat- Surat Buat MAHAsiswa III : Mempertajam Pena

Menulis itu penting sama pentingnya dengan menjalankan apa yang kita tulis. Mempertajam tulisan juga sesuatu yang dituntut dalam erti berisi dan kritikal. Penulis fungsinya bukan hanya sebagai pencatat tetapi sebagai cerminan juga refleksi keadaan pada zamannya. Merakam realiti sejujur-jujurnya. Kita sudah lali menjadi penulis boneka yang dikawal, sudah tiba waktunya menjadi penulis yang organik agar bangsa sentiasa terkawal, tidak jatuh ke tangan orang lain dan tidak diperbodoh oleh bangsa sendiri.

Terimbau lagi akan Gie, sosok yang banyak menulis dan mencatat kritikan-kritikan tajam. Senjatanya hanya pena dan mesin taip. Ketajaman tulisan Gie masuk di  Harian Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia dan Indonesia Raya sehingga membuatkan seluruh politikus merasa resah dan gelisah. Gie tidak menulis sembarangan, dia tahu apa yang sedang dia perjuangkan.

 Surat- Surat Buat MAHAsiswa IV: Mati Muda

Puisi terakhir Gie sebelum kembali. Buat semua yang dekat dengannya.

CINTA

Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk berziarah ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktuku disisimu, sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandalawangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisimu, manisku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tau

Mari sini, sayangku
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik, dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung

Kita tak pernah menanam apa-apa
Kita tak pernah kehilangan apa-apa

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan                                                              Yang kedua dilahirkan tapi mati muda dan yang tersial adalah berumur tua

Berbahagialah mereka yang mati muda                                                                   Mahluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada                                               Berbahagialah dalam ketiadaanmu.

( Selasa, 11 November 1969 )

Sengaja saya catatkan sosok Gie sebagai simbolik untuk dijadikan peringatan-peringatan buat mahasiswa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *